Aku Arnold mahasiswa disalah satu universitas swasta di Jakarta dan sangat bahwa yakin sebenarnya cinta itu tanpa alasan, tanpa harus memiliki, dan tanpa harus saling menuntut apapun. Hal itu aku sadari dari Helena, perempuan yang pernah mengisi hatiku dulu. Sebelum aku memutuskan untuk berpacaran dengannya Helena telah mengajariku banyak hal mulai menghargai waktu dan menyayangi diri sendiri karena semua itu adalah titipan tuhan, hal itulah yang membuatku jatuh cinta dan memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya. Meskipun, kami tak pernah sekalipun bertemu karena kami saling berkenalan hanya lewat situs jejaring sosial yang awalnya berbincang tentang Michael Jackson sampai saling menelpon tiap malam, awalnya hanya sebuah chating pendek.
Arnold17: Hei, suka MJ?
HelenaSA: Yap, Tahu darimana?
Arnold17: Liat dari foto-foto yang loe posting
HelenaSA: Oh, suka MJ juga?
Arnol17:Hm, begitulah MJ is like part of my age, dia yang sering mengispirasi gaya dan selera gue.
Dan panjang lebar sampai akhirnya kita bertukur nomer telpon, tiap malam mengorol hal-hal aneh yang tidak penting, sebenarnya. Aku tak pernah bertemu dengannya. Namun, aku tahu pemikirannya sejalan dengan alur pikiranku, semuanya selalu dapatku terima dengan senyuman lebar. Aku memutuskan untuk berpacaran dengannya setelah kurang lebih satu bulan kita saling berhubungan meski via texting.
Namun, rasa bosan mulai menghantui di bulan keempat hubunganku dan Helena. Entah karena semakin sibuk atau karena merasa berpacaran dengan handphone, karena kami memang belum sekalipun berkopi darat. Aku tak bisa memunafikan diri, perempuan-perempuan disekitar mendekat dan mulai memberikan sinyal yang tak biasa.
Ragu untuk memulai dengan yang baru sekaligus ragu untuk mengakhiri hubungan ini, mungkin bagi sebagian orang mudah untuk mengatakan kata "putus" dan "cinta" pada setiap pasangannya. Tapi, aku bukan orang seperti itu, yang mudah sekali mengatakan kata "sayang" pada perempuan-perempuan lain, karena yang aku tahu hati bukan tempat bermain-main.
Beberapa temanku memberika saran agar aku menjeaskan pada Helena tentang semua kerasahan dan mencari jaan keluarnya. Tapi, aku rasa itu percuma.
Helena semakin dekat dengan seserang yang bernama Steve, anak basket di sekolahnya. Awalnya, aku tidak cemburu sedikit pun. Sampai pada akhirnya aku meihat beberapa foto yang diposting oeh Helena di Facebook-nya.
Hatiku seakan patah seperti ranting pohon yang terinjak, menjadi dua bagian keci yang tak dapat bertemu. Begitu ringkih.
"Maksud foto kamu apa? Kamu nggak anggap aku ada?!" Aku mengirimkannya pesan singkat.
"Apa kamu pernah anggap aku ada? Udah tiga hari kita nggak saling kasih kabar!" Balas Helena.
Memang, sudah tiga hari kita bertengkar dan sama sekali tidak memberikan kabar, bahkan sekedar mengucapkan "selamat pagi" pun tidak. Awalnya hanya karena saling sibuk, saling cemburu, dan sama-sama ingin dimengerti. Tapi semua tidak ada yang mau mengalah dan saling salah-menyalahkan. Actually, ini salah gue yang terlalu keras kepala.
"Maaf.." Gue nggak tau harus membalas pesannya dengan kata-ata apa lagi.
Lama Helena tidak membalas pesanku. Mungkin dia sudah muak dengan semua ini.
"Apa dengan kata maaf semua masalah2 kita bisa selesai?" Helena membalas pesanku.
Jari-jari langsung mengetik apa yang ada di otakku. "Apa aku masih punya kesempatan untuk memperbaiki sebuah rasa sayang ini? Kita jalanin bareng-bareng lagi." Aku kembali mengirimnya pesan singkat.
Beberapa menit kemudia Helena membalas. "Nggak, kita udah nggak bisa sama2 lagi, kamu dengan hidup kamu dan aku dengan hidup aku. Makasih buat semuanya."
"Apa alasannya? Boleh aku tau?"
"Aku nggak bisa sama kamu, kamu egois dan selalu mentingin urusan2 kamu. Makasih udah buat aku kaya gini, saat aku butuh kamu nggak ada. Tapi, Steve selalu ada. Jadi udah jelaskan?"
Posted via ZuzuCorpBlog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar