Senin, 03 November 2014

Perjalananku (edisi revisi)

Mungkin perjalananku agak aneh dan penuh kejutan. Bagai dilempar petasan cabe di siang bolong.

Aku baru aktif menulis tepat satu tahun setelah lulus dari pondok pesantren. Meski, hobi menulis sudah kurasakan sejak kelas tiga SMP. Tapi, belum tersalur dan belum didukung dengan ini-itu.

Maklum, aku bukan anak yang terlahir dari keluarga yang serba ada. Keluargaku selalu mengikatpinggangkan segala urusan. Termasuk membeli buku. Kalau bisa dikasih dari kakak kelas yang sudah tidak terpakai, untuk apa beli?

Ya, dengan cara itu. Aku hanya bisa membeli satu komik dari uang jajanku selama sebulan. Itu saat SMP. Ya, saat itu komik masih 11 sampai 15 ribu. Kalau novel.. ah tak terbayang saat itu untuk membelinya.

Aku mulai menulis, bukan novel. Tapi, komik. Aku suka menggambar komik bersama temanku yang lebih pro di bidang itu. Gema, anak yang mengajariku mimpi bisa digapai lewat menggambar. Kami selalu mengkomik (membuat komik kolaborasi) bersama.

Sampai akhirnya aku dan dia dipisahkan di kelas berbeda, dan sulit bertemu. Hilang.

Aku mulai dengan dunia baru  dunia anak-anak kampung. Ya, ngisengin rumah bos-bos kaya raya, menelepon restoran cepat saji lalu memesan tanpa memberikan alamat, sampai menukil mainan dari toko mainan besar saat itu. Itu kebahagiaan bagi kami anak kampung, kecuali aku yang tinggal di komplek sendiri.

Soal perjalananku di ponpes itu aku skip. Karena akan ada di novel Catatan Santri (wait yah).

Setelah itu, aku mulai menulis. Awalnya iseng, ikut lomba nulis daru nulisbuku. Hasilnya, ya jelas kalah. Tapi dari situ, aku jadi geregetan dan gatal untuk membalas kekalahanku.

Semangat lomba nulis ini-itu. Tapi ya kalah kabeh. Nasib-nasib, gagal maning.

Aku mulai cari-cari buku menulis, membaca lalu mempraktikannya. Ya namanya juga menulis sendiri, tak ada yang memotivasi dan tak ada yang menanyakan kabar naskahku. Tak ada yang melarang jika aku meninggalkan naskah itu, begini nasib jadi bujangan, ke mana-mana tak ada yang melarang..

Sampai akhirnya aku bertemu dengan akun Kampus Fiksi. Awalnya aku tidak tertarik pada akun itu, karena tweet-tweetnya yang ketus dan 'sok bet da ah'. Aku pikir, 'Dih, Adminnya sok banget ganteng sih? Admin twitter aja belagu!' Batinku, sambil lihat cermin.

Saat itu, di pikiran cetekku adalah,  'admin twitter ya, admin yang megang twitter. Kalau penulis mah ngapain jadi admin juga.'

tapi, ternyata di balik semua itu dia adalah.. (sensor)

Dan sampai pada suatu hari.. kuturut ayah ke kota, naik delman is... STOP!
Pada suatu hari Mimin KF itu ngadain tuker kontak, atau aku menyebutnya 'kenalan aji mumpung.'

Nah, para jomblo dan para manusia sumo (susah move on) mulai melancarkan aksinya seperti;
'Salam kenal aku Dinda kirain. Suka nulis dan bla-bla..
Halo, aku Dude Harlinu-linu. Kalau mau hubungin aku di..
dan lain-lain.'

Aku bertemu dengan perempuan yang katanya tinggal di Bekasi. Satu domisili denganku. Namun, ia sedang menuntut ilmu di daerah tetangga. Gandis. Bukan, bukan. Aku nggak pedekate sama dia, tapi cuma kasih info tentang kepenulisan dan tantangan nulis dari Mimin yang sering diadain.

Dia juga mengenalkanku pada satu grup kepenulisan. Ini dahsyat sekali, sebuah push besar dalam hidupku. Inisial grup itu #JamaahTyphobia.

Ikut tantangan nulis dari Mimin KF nggak pernah, bukan anak KF, dan juga bukan penulis. Tapi keterima dan boleh bergabung di grup itu. Padahal, konon katanya, masuk grup itu sangat sulit, karena diawasi penulis besar 'katanya' bahaya banget, kan? Ngeri-ngeri gimana gitu.

Banyak orang-orang pro dalam bidangnya sendiri di sana. Sementara aku nggak tau pro di bidang apa, pro aja nggak tau artinya apa.

Seperti Kak Einca yang (menurutku) berbahaya jika bercerita horor. Sampai-sampai aku nggak mau ke toilet malam hari. Alamat bakal ngompol.

Mas Fik, auwonya Kak Ein. Dia lagi nuntut (ayah ke ko.. please..) ilmu di Mesir.. Mesir apa Arab, yah? Ah lupa, pokoknya dia ada di daerah minim air dan panas. Jago kalau ambil tema keluarga  mungkin Mas Fik udah kebelet. Ya kalau udah nggak tahan mah langsung nikah aja yah.

Kak Eka, nah ini guru. Aku bisa ngerasain jadi guru 'lagi' kalau ngebayangin kegiatan Kak Ek. Dulu sih aku pernah ngajar pas masa akhir di pondok, tapi cuma dua minggu. Kemauan dia punya buku sungguh patut diacungi jempol, macam-macam penerbit diparanin sana Kak Ek. Applouse. Tapi, ditolak. Kak Ek nggak putus nadi.. eh asa. Sekarang dia lagi garap banyak novel dengan berbagai genre, di tengah kutikulum absurd tahun ini.

Kak Opie. X penyiar radio, dan itu pekerjaan impian aku. Gaya bahasanya kalau kritik cerita orang pasti detil banget. Pasti kalau dia baca cerita ini, langsung komen panjang.. sepanjang jalan kenangan, kita terus bergandeng tang... STOP! Aku nggak tau ada apa dengan dia dan 'Padang' kalau ada yang sebut 'Padang.' Dia reflek ngetik ((PADANG)) Curiga kalau liat RM Padang Sederhana. Dia langsung masuk ke sana, cuma buat bilang ((PADANG)) Ke penjaganya.

Hmm... Kak Icha suka korea-korean dan anime, tapi dia jarang muncul di grup (dia yang jarang muncul atau aku yang jarang liat) Jadi aku masih belum tahu kenapa dia dipanggil 'nebeh' padahal namanya Icha. Mungkin dunia sudah lelah.

Kak Ahmad kocil (Ariel KW Super) dan Kak Ahmad Yusuf (anak @KopdarFiksi). Ya, aku selalu ketuker. Tapi, gaya tulisan mereka berbeda. Yang satu sukanya frienship, yang satu hobinya traveling. Dua orang ini selalu ngerendah dan nggaj banyak omong. Tiba-tiba bukunya terbit, kan ngeselin. Ini contoh penulis talk leas write more!

Anggi, aduh absurd ini anak. Pembaca skiming yang paling kece!  Tingkat kekampretannya tinggi banget. Ya, Tuhan yang tahu dia dari planet mana.

Ada siapa lagi di sana, yah?

Oh iya si Vee. Ini bocah yang selalu asal-asal manggil nama orang. Sementara namanya di twitter selalu gonta-ganti. Mulai dari Es krim, Cendol, sampe pecel. Kenapa nggak 'CEK FAVORIT, KAKAK' aja sekalian. Gaya tulisan yang pure childish, selalu bikin aku inget masa kecilku yang hilang arah saat menulis. Betapa beruntungnya bocah ini.

Dan ada auwonya Vee, iya dia Prop, pas awal aku bacanya Pop. Kupikir namanya Popok, ternyata Propariotik. Anak ITS. Berati pinter, dan harusnya lebih pinter dariku. Kenyataannya.. bener sih.

Ada anak baru, tapi rajin ikut tantangan nulis Mimin KF. Farid, ya aku akuin. Ini anak punya potensi dalam nulis, nggak kayak gue  nggak punya potensi, potensi buat hamil aja nggak ada. Ya iyelah!

Ada Triceu, dia juga suka ikut tantangan nulis Mimin. Dan kalau nulis maunya di kafe. Gaya banget. Satu buku jadi, kartu kredit jebol. Aku aja nulis di tempat kongkow abang ojek jadi.

Dan eng ing eng. Admin grupnya, Mey. Anak Bekasi juga, tapi nggak tau dia di bagian planet Bekasi mana. Dia anak KF, padahal usianya di bawahku. Sungguh malu rasanya baru kenal KF di umur segini. Andai dulu di pondokku ada kunjungan KF. Andai dulu aku diperkenalkan sama Pak Edi (rektor KF). Andaikan.. aku punya sayap, ku kan terbang jauh.. STOP!

Nggak ada asap kalah nggak ada api. Nggak ada Nyi Roro Kidul kalau nggak ada pantai selatan. Begitu juga grup #HamaahTyphobia. Nggak akan ada, kalau nggak ada dedengkotnha Kak Rea. Nah dia ini.. (isi sendiri) #takut kualat.

Segini dulu yak. Entar kalau inget dilanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar