Minggu, 21 Desember 2014

Bab 1: Detektif Cinta





DENGAN penampilan yang beler tapi tetap wangi, Sendi mampu menyembunyikan sisi lainnya. Ia memiliki kelainan pada syaraf kemaluannya (baca: urat malu). Paras Sendi yang  berperawakan mirip dengan  Justin Bieber cap Glodok ini, mampu dengan mudah mencairkan hati para penghuni kelas (Kecoak, rayap, gonggo, dan sejenisnya) dengan satu kali kedipan mata yang kelilipan asap kenalpot kopaja.

Yang selalu Sendi tekankan dalam prinsip hidupnya yaitu, ‘jalani hidup seperti air yang mengalir di comberan.’ Itu membuat diri Sendi berprinsip, mendapatkan kasih sayang tidak harus jadian. Misalnya, kasih sayang dari temen, pacarnya temen, temennya pacar , dan pacar-pacarnya orang lain, dengan cara menjadi tempat curhat mereka. Lalu, memberikan solusi-solusi yang jitu.

Detektif yang mengurusi konsultasi dari para jomblo-jomblo yang berserakan di muka bumi (termasuk anda yang sedang baca buku ini) memberikan jalan keluar (pintu), untuk kembali menjadi manusia yang penuh gairah dan bersemangat menikmati hidup yang diberikan hanya satu kali oleh Tuhan. So, kalau loe masih sibuk galau-galauan sambil dengerin lagu Geisha, shower-an di kamar mandi tetangga, atau nyilet-nyilet tangan ngukir nama mantan segera hubungi mereka, para detektif cinta!

Kepopuleran nama Sendi sudah sangat menyebar dari mulut ke mulut (jangan mikir yang nggak-nggak) para jomblo. Dari jomblo yang berseragam putih biru, sampai jomblo yang berseragam napi sudah tahu paham betul. Bahkan mereka tahu tempat kerja para detektif ini, yang beralamat di 212B Barber street.Lihat bangunan yang hampir roboh dan bercat putih, tapi karena sudah lama nggak dicat ulang, maka warna putihnya bermetafosa jadi kuning kecoklatan. Maklum, belum ada dana buat ngecet ulang.

Visi dan misi mereka berdua adalah membantu para remaja Indonesia menjadi remaja yang kreatif dalam segala bidang pencucian uang, dan memiliki semangat korupsi. Secara, Sendi khawatir melihat para jomblowan dan jomblowati yang terus meratapi nasib di kamar mandi sambil nangis-nangis, shampoan pakai sabun colek, dan mandangin foto mantan sambil bilang, ‘KENAPA HIDUP INI NGGAK ADIL?!’

Masalah bayaran itu bisa dinegosiasikan oleh asisten Sendi, Mamat Solehudin dipanggil, Matson. Dia berdua bekerjasama membantu para klien dan memenuhi permintaannya. Banyak di antara mereka yang meminta untuk memutuskan hubungan mantannya dengan pacar barunya, yang jelas-jelas lebih tajir, mengintai keseharian calon gebetan, dan merehabilitasi jomblo akut. Mereka lakukan itu dengan penuh kesabaran dan sedikit kekerasan. Disetrum jika klien sedang ngelamunin masa lalu, misalnya.

Dari sinilah kisah mereka mulai berbeda, mulai mengubah jalan hidup dan reputasi ‘Detektif Sendok Holmes’ yang sudah terkenal seantero kampus harus dipertaruhkan.

“Mat, lo kunci target dari depan!” seru Sendi dengan walkie talkie. Ini adalah momen di mana Sendi sedang mengintai pacar dari Jaka, mahasiswa yang hobinya kuliah sampai kiamat.

“Target masuk ke restoran, bareng sama cowok, cowoknya lebih ganteng dari Jaka, Sen!”

“WOIII! ORANGNYA DENGER!”  Sendi melirik ke arah Jaka yang memasang wajah jengkel, bagaikan dosen yang abis ngerevisi judul mahasiswanya.

“Target terkunci, dia duduk bareng cowok itu, Sen. Mesra amat kayak kucing mau kawin!” Seru Matson, teringat Mesi, kucingnya yang meninggal tertabrak tukang air keliling.

“Gimana Jak, langsung paranin aja?” tanya Sendi pada Jaka.

“Jadi selama ini dia selingkuh! Nggak nyangka gue.” Jaka menendang pintu mobil. Lalu bergegas masuk ke dalam restoran itu.

“Jak, jangan gegabah. Siapa tau itu Kakeknya!” Sendi menarik tangan Jaka, berusaha menahan amarahnya. Tapi usaha itu gagal, malah wajah Sendi dijotos Jaka.

“Biar gue yang beresin!” Jaka tak mampu meredam api cemburu yang sudah berkobar di dadanya. Cie cemburu, cie!

“Kok loe jadi nonjok gue? Ngajak ribut loe?”

Lalu mereka berdua berkelahi. Saling tinju, tendang, dan cubit-cubitan.

“Target mau pergi, Sen..” Suara Matson dari Walkie talkie. “Sen..”

Mereka berdua masih sibuk baku hantam.

“KAMPRET LOE, JANGAN GIGIT-GIGITAN DONG!” teriak Sendi.

“Sen..?”

“LO JUGA JANGAN MAEN LUDAH!” teriak Jaka. “JAMBAK-JAMBAKAN AJA!”

“Sen.. Targetnya udah keluar restoran, loe udah ready di sana?” tanya Matson dengan nada bingung. “Sen.. Loe nggak dimakan Jaka, kan?”

“BOSEN IDUP LOE!” teriak Sendi.

“WOOOI LOH BERDUA MALAH BERANTEM! TARGETNYA LEPAS!”
“BERISIK!” balas Jaka dan Sendi kompak.

“...”

Ending-nya, ya tetep aja ceweknya Jaka jalan sama selingkuhannya, Jakanya babak belur, Sendi babak belur, Matson mengenang kucingnya.
$$$
Yap, sering banget misi gagal karena klien itu sendiri. Kadang terlalu gampang panas saat ngeliat ceweknya jalan sama cowok lain (dan lebih ganteng dari dia), terlalu mendramatisir kesedihan saat ngeliat gebetannya jalan sama cowok lain, dan masih banyak lagi klien-klien yang sering membahayakan keselamatan Sendi dan Matson. Padahal, bisa saja itu hanya supir, majikan, atau om-om yang suka belanjain dia aja. Belum tentu pacar kok!
“Halo, bener ini nomernya Sinta?” tanya Matson yang sedang berpura-pura jadi Tedi—klien yang minta bantuan detektif cinta untuk mengintai gebetannya, Sinta.
“Iya ini nomer Sinta. Ada apa ya?” jawab suara cowok dengan suara serak-serak sedap.
“Ini Sinta? Kok suaranya kayak cowok, kamu transgender?”
“Gue cowoknya, mau apa lo telpon-telpon cewek gue?!” bentak cowok itu.
“Mampus gue,” batin Matson. “Enggak, Mas. Saya mau nawarin asuransi hidung dan tenggorokan, barangkali Masnya mau?” lalu terlepon ditutup.
Tuuut.. tuuut..
“Kok loe malah nawarin asuransi, Mat? Kerja yang bener!” sendi menepuk pundak Matson.
“Bu¾bukan, Sen. Itu tadi cowoknya Sinta,” jawab Mamat gemeteran. “Dia bakal nelpon balik nggak yah?”
“Buang aja kartunya, beli perdana baru!”
Matson membenturkan kepalanya ke meja kerja.

Klien tak lazim
“Sendi, kita dapet kasus baru.” Matson menepuk bahu Sendi, sambil memperlihatkan e-mail yang baru saja masuk.
“Bentar, lagi seru nih,” jawab Sendi yang sedang stalking followers Dara Prayoga, lalu mem-follow akun yang ber-avatar bening.
“Ini liat dulu atuh!” Matson menarik sendok yang sedang Sendi emut.
Kepada Tuan Sendok Lemes,
 Saya Vino, mahasiswa tingkat dua yang berperestasi dalam bidang cinta bertepuk sebelah tangan. Ditolak sama kelima anggota modern dance kampus, jadi korban PHP penjaga perpus, dan yang terkhir jadi korban pelarian junior.
 Saya mau punya pacar yang cantik dan baik kaya di lagu Lyla. Dengan sangat hormat saya meminta tolong Tuan Detektif bisa membantu saya agar Maya (anggota cheerleader kampus) bisa jadi pacar untuk saya.
Sekian surat ini saya sampaikan mohon Tuan pertimbangkan, saya berharap bisa diterima dan  mendapatkan kesempatan untuk bekerjasama. Kurang lebihnya saya ucapkan terima kasih.
Tertanda, Vino kebasian.
“Loe yakin ini namanya kasus?” Sendi melirik Matson dengan wajah kusut dan alis naik sebelah.
Matson menggaruk rambutnya, “Yah, ini kasus juga namanya. Walaupun, di bagian akhir mirip surat lamaran kerja. Tapi ini tetep klien kita.”
“Gue pikirin dulu,” Sendi mengeluarkan gaya khasnya.
“Kelamaan.”
“Kita detektif cinta, yang bantuin orang buat ngintai gebetannya dan hubungan-hubungan yang mulai renggang. Bukan bantu nyariin pacar, kita bukan biro jodoh!” jelas Sendi.
“Apa bedanya kita cariin sama kita bantuin orang jomblo nyari cewek? Kita kerja kayak gini, karena dulu kita kaya mereka , kan?” Matson memandang Sendi serius. “Tujuan kita ngebantu remaja Indonesia yang galau, kan? Itu tugas kita, Sen.”
Sendi menundukkan wajah dengan tangan kanan menempel di dagu, tanda sedang berpikir jorok “OK, bales e-mailnya. Kita ketemu di Sevel hari Minggu jam lima pagi.”
“Kayaknya belom buka deh, Sen” Matson mikir keras. ‘Dari namanya aja Seven eleven berarti buka jam tujuh dan tutup jam sebelas,’ batin Matson sambil geleng-geleng kepala.
“Yaudah, jam tujuh.” Sendi membetulkan posisi kacamata agar terlihat (sedikit) keren.

$$$

Tidak ada komentar:

Posting Komentar