Minggu, 04 Januari 2015

Just for you





Cerita ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dan diikutkan dalam tantangan Menulis @KampusFiksi dengan tema #KabardariJauh
 
Mendoakanmu dari sini adalah caraku melepaskan rindu sosokmu..
Mendoakanmu setiap pagi adalah caraku memeluk erat bayang tubuhmu..
Aku percaya semua akan indah pada waktunya..

Aku Rendy, mahasiswa tingkat satu yang sibuk mengisi hari-hari dengan tugas yang datang bertubi-tubi. Maklum, mahasiswa baru memang seperti ini.
Namun, di hari-hari suntukku berubah sejak ia datang dan memberikan senyum simpulnya padaku, Rara.

Meskipun Aku dan dia berjauhan, sejak ia memutuskan untuk menjadi pramugari, tapi Rara selalu meyakinkanku pentingnya sebuah kepercayaan.

 Aku dan Dia selalu kuat menghadapi cobaan dalam hubungan ini. Orang ketiga, kesibukan, dan tentunya jarak. Ia selalu meyakinkanku bahwa cinta akan menembus ruang dan waktu.
 Bahkan, ketika kenyataan tidak sejalan dengan apa yang kurencanakan. Semua susunan kisah yang sudah kugambar rapi, hilang dan musnah begitu saja. Memang benar Manusia yang merencanakan, Tuhan yang menentukan, dan orang-orang yang berkomentar. Percuma rasanya jika berharap.

 “Rendy, kamu nggak lupa hari ini, kan?”

“Nggak, Ma. Nanti Rendy ke sana.” Aku menggigit bibirku, menahan rasa nyeri di dada.

Bola mataku terpaku memandangi foto-foto kita berdua di ponsel, sosok yang hari in tepat tiga tahun ada di dalam perjalanan hariku. Pemberi semangat dengan pesan singkat yang bertuliskan “selamat pagi sayang”, moodboaster yang selalu mampu membangkitkan semangat di setiap Aku putus asa, dan selalu  menjadi sosok pendamping  yang tegar menghadapi masalahku. Mataku tersengat rasa kerinduan.

Kacelakaan pesawat kala itu, membuatku menjadi alergi untuk menaiki pesawat. Aku paham betul, ajal akan datang kapan pun dan di mana pun. Namun, semenjak Rara pergi dengan cara tak lazim itu, membuat duka mendalam pada semua orang yang mengenalnya. Terutama aku.
Jariku menggser layar telepon, log in ke dalam akun Instagram miliknya. Kupandangi foto-foto yang telah lama ia upload.

Jariku terdiam saat memandangi foto Rara yang sedang mengenakan seragam pramugari lengkap, sambil menggennggam kertas yang bertuliskan “Love You Forever From 38.000 ft”.
Mataku malai berkaca-kaca. Teringat masa-masa bersamanya, masa-masa indah saatku menjalani hari dengan penuh rasa dongkol karena ia terlalu sibuk. Kala itu, aku belum bisa menerima segala kesibukannya. Jadwal yang tak jelas, hari libur pun ia tetap bekerja. Sunggu ironis nasibku.

Tapi, berpikir dewasa adalah pilihannya, menerima segala kesibukannya dengan memandang setiap kasih sayang yang ia berikan padaku. Memandang dari sisi positifnya.
Sekarang, hal itu sudah tidak berguna lagi.

Dahulu, Jarak ratusan kilometer yang menjadi tali penghubung hatiku dan hatinya. Sulit untuk menjalani hubungan jarak jauh ini. Akan tetapi dia selalu meyakinkan hatiku dengan sikapnya yang sabar, perhatian, dan tak pernah mengeluh.

Rara yang selalu mengajariku arti sebuah kebersamaan, makna sebuah pengorbanan, dan definisi kedewasaan. Dia selalu menahan rasa rindunya dengan kata-kata, “Ini semua akan indah pada waktunya”, rasa cemburunya ketika melihat fotoku berdekatan dengan perempuan lain sering terlihat dari isi pesan singkatnya yang menjadi datar. Aku tahu itu semua, hal itulah yang menyebabkanku agak menjaga jarak dengan semua perempuan kecuali dengannya.
Well, aku paham bahwa kadang Rara merasa iri dan merasaa tidak menjadi kekasih yang sempurna untukku. Karena, ia selalu sibuk dengan pekerjaannya, sedikit waktu untuk kami bisa berdua, menghabisi waktu dengan canda bersama.

 Tak samar diingatanku, saat aku menanyakan hal yang seharusnya tabu untuk diperbincangkan sepasang kekasih yang berhubungan jarak jauh, yaitu mantan. Lamunanku jauh mennyusuri klise-klise beberapa bulan lalu saat aku menelponnya di suatu malam dengan hujan yang amat deras terdengar dari kamarku.

“Hal yang ku benci setelah kucing adalah mantan. Aku tak pernah mengingat-ingat tentang itu, 
hal-hal mengenai mantan selalu membuatku semakin membencinya. Bagaimana denganmu?” Ujarku di telepon sambil berharap dia pun memiliki pemikiran yang sama.

Namun salah besar aku berpikir demikian, dengan tenang Rara mengucapkan sebuah kalimat yang menyadarkanku, bahwa kedewasaan dan hati yang bijak itu sangat penting dalam menyikapi segala hal.

“Kita enggak boleh benci sama mantan kita, Tau enggak kenapa kita nggak boleh benci sama mantan kita? Dia dulu yang pernah bikin kita senyum-seyum sendiri pas baca SMS dari dia, dia yang dulu pernah kita peluk erat dan bilang “I love you, Darl”, dia dulu yang sering membuat kita marah-marah sendiri saat dia enggak kasih kabar, dan banyak hal yang kadang bikin kita salah tingkah di depannya. Lupa? Mau ngelupain? Enngak bisa benci? Di kenang aja.”

  Aku hanya bisa diam membisu mendenggar kata-katanya tadi.

“Kalau enggak ada dia, kita enggak punya pengalaman dan pembelajaran, kan? Sekarang tugas kamu buat ngasih tau sebuah arti persahabatan dan arti sebuah mengikhlaskan.” Suaranya masih terngiang di telingaku.

   Aku bangkit dari kasur dan berhenti dalam lamunan itu, air mata ini membuncah begitu saja setelah lama ku coba untuk tak menangis. Aku mengenggam dompet denim yang bertuliskan “112% Happy” pemberianya, satu tahun lalu tepat saat hari ulang tahunku. Bergegas menyalakan sepeda motorku, dan pergi menyusuri jalanan menuju tempat Rara tinggal sekarang.

  Beberapa orang berbaju hitam melintas keluar dengan wajah muram di depanku, sekarang Aku melihatnya terbujur kaku, di tempat peristirahatan terakhirnya.

  Berapa bulan lalu kau masih memberiku kabar, namun akhir-akhir ini aku tak tahu kabarmu di sana, di rumah terkhirmu.

Aku selalu mendoakan kau bahagia di surga sana. Sakit Hanya untukmu aku berusaha merelakanmu mendahuluiku pulang kembali pada Tuhan.Kini aku hanya mengingat kata-katamu dulu “Jika libur nanti kamu harus ke rumahku yah, nanti akan aku masakan tempe mendoan kesukaan kamu, yang”. Namun, sekarang aku datang ke rumah peristirahatanmu ini, tak ada tempe mendoan yang Kau janjikan. Aku melawan egoku, hanya untukmu Aku mencoba ikhlas dengan semua ini dan mendoakanmu adalah cara untuk mengenang dan memelukmu kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar