Sabtu, 12 April 2014

Happines Inside

 "Kepalaku sudah hampir mau pecah rasanya jika harus memikirkan dan memaksa tubuh ini untuk terus bekerja siang-malam tanpa kenal istirahat. Aku butuh refreshing, aku ingin kembali menjadi manusia. Benar, setelah dia pergi hidupku semakin acak-acakan dan  tak jelas tujuannya," Dengus Meli dalam batinnya sambil mengecek jasa travel liburan singkat ke Bali.


  Matahari memancarkan sinar cerahnya diselimuti awan-awan tipis, angin-angin lembut menari-nari masuk ke dalam kamar melewati jendela di sisi kamar. Suasana nyaman di penginapan ini membuat Meli masih terlelap meskipun hari sudah mulai siang, perempuan yang bertinggi semampai dan rambut panjang dibiarkan tergurai itu sangat kelelahan karena dia baru saja landing jam dua dini hari tadi.

 Meli terbangun dari lelap mimpinya karena bunyi iPad yang terus berdering berkali-kali sejak tadi, perempuan itu mengutuk si penelepon di kejauhan sana karena telah mengusik hibernasinya. Meli mengangkat telponnya tanpa melihat siapa si penelepon itu.

"Morning cantikku, sudah di Bali kah?" muncul suara perempuan yang tidak asing lagi di telinganya, Ana. Sahabatnya yang paling care dan terkadang menjadi partner in crime saat menilih cat kuku, sistem yang mereka gunakan adalah pilih cat kuku yang lucu, lalu coba cat kuku tersebut, and finaly tak jadi membelinya dengan alsan “nanti saja, makasih yah mbak” dengan senyuman semanis mungkin dan kuku-kuku yang sudah berwarna.
 Meli mengeryitkan keningnya, "Kau telah mengganggu tidurku Nona Ana indrani!" Meli menggumam sambil mengusap matanya yang masih sendu.
"Tak apalah, inikan sudah siang tak boleh perempuan masih tertidur lelap jam segini!"
"Ya, terserahlah apa yang mau kau katakan Nona Ana si tukang PHP para cowok," Meli merebahkan tubuhnya.
Ana terbahak mendengar kata-kata Meli tadi, "Bukan aku yang PHP tapi mereka yang terlalu serius kepadaku."

“Tapi kau bahagia dengan itu, kan?” ledek Meli.

Ana terbahak, “ Yap, itu sebuah kebahagiaan tersendiri untukku”
"Terserah kau saja. So, ada apa meneleponku?" Meli tersenyum tipis.
"Aku hanya ingin memastikan cantikku sudah sampai di Bali dan janji padaku kau tak akan mengeluarkan air mata disana, yah honey" Ana tertawa tipis.
"Iya tak akan aku ke Bali hanya untuk berlibur saja kok," jawab Meli sambil membuka jendela kamarnya.
"Kau tahu, aku sahabatmu semenjak SMA dulu. Dan aku tahu alasan kau pergi kesana," Ana kembali tertawa lalu menyudahi teleponnya karena harus berangkat ke kantor dan Meli rasa dirinya harus melanjutkan tidur yang sempat terputus.

  Meli mencoba untuk memejamkan mata, tapi ternyata matanya sulit diajak terlelap kembali. Alhasil, ia hanya mampu berdiam diri, menarik selimutnya sampai menutupi bahunya. Ia memperhatikan kamarnya yang amat nyaman. Ada dua rak bercat coklat gelap dilengkapi ukiran trasional, pajangan-pajangan klasik yang tertempel di dinding kamar, dan pemandangan pantai yang amat indah terlihat dari jendela besar di sisi kanan kamar. It's like little paradise.

"Miko andai saja kau masih disisiku, pastilah sudah ku ajak kau ke tempat ini, tempat yang penuh kenangan antara kita, tempat ini menjadi saksi bisu prasaan cinta kita yang abadi. Aku tak pernah menyangka kali itu adalah kali terakhirnya kita ke Bali. Ku dekap erat tubuh kokohmu dan takkan pernah ku lepaskan sedetikpun, aku sudah terjebak atas semua kasih sayangmu. Kini aku tak bersedih lagi, aku mencoba memahami realita hidup dan aku mulai memahami arti mengikhlaskan. Namun sejak pijakan pertama ku di penginapan ini, Aku merasakan aroma keberadaan dirimu. Mungkin ini surga kecil untuk beribu kebahagiaan cinta kita, surga kecil agar aku dapat menemui dirimu lagi"

  

Lagu Agnes Monica yang berjudul Tanpa kekasihku mengalun lembut dari iPad miliknya. sambil menyantap makan siangnya dan menikmati pemandangan disekitar dipadu dengan suara ombak yang menambah syahdu suasana disini, banyak keluarga yang makan di restoran ini. Bumbu nusantara.

Tempat ini menjadi tempat favoritnya di The Bay Bali area karena lidah Meli amat dimanjakan dengan makanan yang mengutamakan cita rasa seperti di kampung halamannya. Pajangan dan ornamen yang menghiasi rumah makan ini membuat siapapun yang berkunjung akan merasakan sangat nyaman dan sedikit mengantuk karena angin sepoi yang menyusuri tempat ini. Pohon-pohon yang rindang menjadi pelngkap suasana disini, segar dan tidak terkena panas matahari langsung. Banyak pasangan suami istri yang berbulan madu disini, terlihat dari canda tawa serta bahasa tubuh mereka yang saling bahagia saat mereka mengayuh sepeda onterl berdua, Meli sudah sangat paham hanya dengan sekali lihat bahwa mereka sedang bulan madu disini, sama sepertinya dulu.




 Setelah selesai menyantap makanan di bumbu nusantara, Meli berjalan perlahan ke arah depan penginapan The Bay Bali. Ia melihat taman yang indah dan asri, disanalah dahulu Meli bercanda tawa bersama Miko. Tempat ini menjadi saksi atas kisah mereka, sebuah awal yang bahagia namun berkahir dengan rindu mendalam.

"Meli?" terdengar suara seorang laki-laki dari arah belakang Meli.
Meli membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa pemilik suara tadi, Dimas. "Dimas, ngapain disini?"
"Hm, Liburan untuk melepas penat di kantor. Kamu sendiri ngapain di sini?" Dimas mengeryitkan keningnya.
"Yap, Same with you," Meli tersenyum tipis.
"Kenapa enggak bareng Miko, dia lagi dines ya?" Dimas penasaran.
Meli menunduk, senyum dibibirnya memudar. "Kita ngobrolnya disana aja yuk," Meli menunjuk restoran yang berbentuk rumah pohon dan bertuliskan Pirates.



   "Maaf yah Mel, Gue baru tahu soal ini," Miko memasang wajah sedih lalu  menyisir rambut panjangnya dengan tangan kanan.

"Enggak apa-apa Dim, gue ke sini juga buat mengenang Miko," Meli meminum teh hangat miliknya.
 Dimas memanggutkan kepalanya, "Umur pernikahan kalian baru lima bulan, kan?" 
Meli menarik nafas sejenak, "Iya, sekarang hampir enam bulan."

Sesaat keadaan hening sebelum Dimas kembali membuka pembicaraan. "Aku tahu kepergiaan Miko pasti menyisahkan luka dihatimu, lalu untuk apa ke sini, tadi katamu untuk mengenangnya?" Dimas memutar bola matanya ke arah Meli.


Meli merunduk sejenak, " Aku bisa merasakan kebahagiaan jika aku bersamanya, di tempat inilah aku mendapatkan sebuah kebahagiaan karena aku merasakan keberadaanya di sini. Semua kebahagiaan dan cerita yang dulu pernah ada sekarang kembali terasa di hatiku," Meli menyisir rambutnya.


Dimas memasang wajah tak mengerti, "Maksudmu?"
"Meskipun, Miko sudah meninggalkanku, tapi bagiku Miko abadi dengan setiap kenangannya di dalam hatiku," Meli meletakan sendok makannya tanda ia sudah kenyang.
Dimas terdiam dan menyudahi obrolannya ia takut membuat Meli sedih, lagi, karena teringat Miko.

 Udara malam di area penginapan The Bay Bali sangat menusuk pori-pori kulit Meli, Dimas mengantar Meli sampai ke depan pintu penginapan lalu pamit karena dia harus kembali ke Jakarta besok pagi.

"Oh iya hampir aku lupa, Aku punya sesuatu untukmu. Ini dari Miko," kata Dimas pelan sambil mengambil sesuatu dari ranselnya.
"A.. Apa?" Meli memasang wajah bingung bercampur penasaran.
"Ini gelang dari Miko yang dulu pernah ia titipkan padaku sehabis bermain futsal malam itu," Dimas menunjuka sebuah gelang berwarna hijau dengan garis cokelat yang terlihat sangat indah, "Katanya dia ingin memberikan ini padamu, tapi nggak tau kenapa malah dia nitipin ini sama gue. Mungkin, dia sudah ada firasat saat itu."


 Meli memncoba menahan air matanya yang sudah tak tahan membuncah sejak melihat gelang itu,"Te.. Terimakasih Dim. Ini adalah gelang Miko yang diberikan mendiang ayahnya dulu," Meli terisak dan merunduk. "Aku tak menyangka mengapa Miko celet banget ninghalon gue."

 Dimas hanya menunduk tak tega melihat Meli, dia mengusap punggung meli."Mungkin tuhan sayang sama Miko dan mau Miko cepat kembali, gue percaya banget dia bahagia di sana,  jika meliahtmu bahagia." Dimas mencoba menghibur.
 Meli mengusap air matanya lalu mencoba tersenyum. "Dengan mengingatnya saja gue merasa sangat bahagia, karena gue sadar kebahagiaan itu bisa muncul meskipun hanya mengenang dan merasakan keberadaanya yang sudah tiada." Meli menujukan senyum ikhlas dan bahagia.
 

Dimas sadar bahwa Meli adalah perempuan yang kuat dalam menghadapi cobaan maupun masalah hidupnya, karena Meli selalu menemukan kebahagiaan disetiap cobaan yang ia terima.

Setiap manusia yang hidup pasti akan mati, Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap kesedihan pasti terselip kebahagiaan. Itu semua kembali pada bagaimana cara menyikapinya dengan bijak, meskipun rindu terus merancu dan batin ini tak kuat untuk menahan perih. Pergilah ke tempat yang mampu menghadirkan dirinya kembali, agar dapat memeluk erat lalu meresakan kehadir orang yang dicinta.




Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar