Minggu, 19 Oktober 2014

Drama Kantor Radio


“No, ide lo buat ngisi program siang apaan?” Tanya Netha. Mata Netha melirik Vino, laki-laki idamannya yang tak pernah ‘peka’ pada perasaan Netha.

“Apa ya? Ada yang punya ide?”

“Gue.. gue..!” Tanggap Danur semangat, manusia yang gagal ngartis ini sangat antusias. Danur penggila Sehla on 7 dan gemar sekali menyanyikan lagu-lagunya. Tapi sayang, suara sumbangnya sangat membahayakan pendengar radio Blazz FM.

"Yang lain?”

"Gue.. woi.. gue!” Danur masih melambai-lambai.

"Ada yang lain?” Vino berupaya tidak mengubris Danur, Vino sudah tahu pasti dai akan mengusulkan program acara karoke bareng, berpacu dalam melodi, atau sejenisnya.

"WOI!" Danur mulai gigitin meja rapat.

“Oke, apa usul loh, Dan?” Vino mengehela napas.

“Gmana kalau diisi sama program ‘Karoke Bersama Danur’!” Usul cowok berambut kribo itu.

‘Tuh kan si Kampret mah!’ Gerutu para staf lain kompak dalam hati.

Vino berdehem, untuk menenangkan peserta rapat yang berusaha menghakimi Danur, dengan cara memasukan kepalanya ke dalam celana cutbray milik Netha.

“Oke, gue usul. Program terbaru kita itu drama radio, gimana?” Alis Vino naik sebelah.

Staf lain kasak-kusuk menanggapi usulan Vino.

“WOI! mau nggak? Kalau mau nanti gue lapor ke Pak Niko.” Mata Vino menyapu deretan para staf, dan berhenti pada Danur yang lagi cengok. “Oke, pilihanya Cuma dua. Karokean Bareng Danur atau Drama Radio?”

Semua staf kompak menjawab “Jelas, drama radio lah!”

Rapat ditutup.

Netha memandang Vino dengan kagum. Ya, Netha sudah lama naksir sama Vino yang hobi muterin lagu-lagu Elvis, Michael Jackson, dan Panbers secara beruntun. Tapi sayang, apalah arti Netha di mata Vino. Netha hanya perempuan yang pada kodratnya hanya bisa memendam dan memberi ‘kode’. Sementara Vino adalah laki-laki yang kodratnya memilih, dan memperjuangkan perempuan yang ia pilih.

“Vin, makan siang bareng yuk!” Ajak Netha.

“Nanti aja deh, Net. Lagi nanggung nih,” Jawab Vino sambil mandangin foto perempuan yang sedang tersenyum. Bermata lonjong, bertubh langsing, dan potongan rambut bob lengkap dengan poni tebal,  cukup ideal untuk ukuran cowok normal.

“Siapa tuh?” Tanya Netha menyembunyikan rasa cemburunya.

“Ha? Oh ini. Ini Naya.”

“Pacar lo?”

“Bukan, gue suka sama dia dari jaman kuliah di IKIP dulu, tapi dia kenal sama gue aja nggak,” Jawab Vino sambil terkekeh.

“Oh pengagum rahasia? Nggak jantan lo!” Cetus Netha, padahal di dalam hatinya api cemburu telah membara. Mungkin kalau ada disket di atas kepala Netha sekarang, disket itu bakal eror dan nggak berfungsi.

“Bukan nggak jantan, tapi gue nggak pernah ada kesempatan nyatain perasaan gue, Net. Namanya juga cewek cantik, cowok-cowok pada ngantre di depan rumahnya bergantian. Ada yang ngirim surat lewat temenya, main gitar di depan rumahnya, atau yang paling parah ada yang ngirimin bunga tiap minggu. Gue yakin lama-lama Naya bisa buka usaha toko bunga!”

Mata Netha semakin merah, bukan karena kelilipan. Tapi karena kata-kata Vino yang sangat mengagung-agungkan Naya. Benar adanya, Vino memang tidak pernah menangkap ‘kode’ dari Netha setiap hari. Netha terpaksa menunggu, tanpa kejelasan.

“Terus, sampe sekarang lo nggak mau nyatain? Mau jadi bujang lapuk?”

“Enggak tau.”

Suasana menjadi hening.

“HELO EPRIBADEH! Ada yang mau denger Danur nyanyi?!” Danur lompat ke atas meja kerja Vino.

“...”

“...”

“Net, makan yuk.”

“Ayok!”
***

Semua skrip sudah selesai diketik Vino. Tinggal eksekusinya besok, seperti biasa Netha memperhatikan Vino dari kejauhan. Lalu ia memberanikan diri untuk menghampiri Vino.

“Vin, skripnya udah beres?”

“Udah, napa?”

“Emm, lo masih suka banget sama Naya? Orang yang bahkan nggak kenal sama lo itu,” Pancing Netha.

“Kenapa tiba-tiba nanya gitu sih? Jelas jawabannya iya, tapi nggak tau sampe kapan gue kaya gini.” Jawab Vino sambil merapihkan  poni rambutnya yang belah tengah.

“Kalau suatau saat ada cewek yang naksir lo gimana?” Netha memberanikan diri, dia tahu kata-kata tadi adalah hal paling bodoh yang telah ia ucapkan.

“Tergantung...”

“Tergantung apa?”

“Dia nerima gue apa adanya atau nggak. Loh tau sendiri kan gue gimana?” Mata Vino melirik komputernya. Yap, Vino memang produser paling absurd di antara penghuni Blazz FM. Vino suka ngobrol sama komputernya, bahkan saat dia sedang mengetik skrip buat siaran. Konon katanya, komputer yang Vino ajak bicara adalah jelmaan kakeknya. Sulit diterima logika.

“Kalau iya?” Tanya Netha penuh harap.

“Dan sayarat kedua, dia harus secantik Naya. Ya, Naya.. oh mata bulat bola ping-pong..” Dan seterusnya Vino mulai ngelantur ke mana-mana.

Netha menghela napas panjang penyesalan, nasib Netha menjadi pengagum manusia absurd ya seperti ini. Segala sesuatu yang tidak masuk ke dalam akal sehat, selalu dilakukan Vino. Dan itulah yang membuat Netha jatuh hati padanya.
***

Tangan Netha menggambar-gambar sketsa wajah Vino. Ya, itulah kebiasaan para perempuan saat perasaannya tak tersalurkan. Dan tiba-tiba Vino berdiri di sampingnya.

“Net, gambar siapa itu? Kayaknya gue pernah liat deh.” Vino mengemut jari telunjuknya, tanda sedang 
perpikir.

“Ini lo!” Bibir merah Netha reflek menjawabnya. Pipi Netha memerah seketika. Malu dan bingung bercampur dalam hatinya.

“Hah?! Buat apa lo gambar gue?” Tanya Vino masih tak mnegerti jawaban Netha.

“Vin, gue suka sama lo. Entah sejak kapan. Maafin gue sebelumnya, gue baru berani nyatain sekarang. Gue tau hati lo masih diisi sama Naya-naya itu. Tapi, gue nggak bisa mendem rasa ini. Gue udah capek, seenggaknya kalkau gue udah jujur sama lo, gue bisa lega,” jelas Netha dengan mata yang berkaca-kaca.

“Net.. loh serius? Loh lagi nggak sakau, kan?”

“Iya, gue sayang sama lo. Bahkan sejak kita ketemu dulu!” Netha tak kuasa menahan air matanya.

“Sori Net, gue nggak sadar loh ada rasa sama gue, gue pikir loh perhatian sama gue sebates temen aja.” Wajah Vino masih tidak percaya.

Lalu lagu sandiwara cinta punya Nikke Ardila mengalun di antara mereka.

Mengapa kini kurasakan lain di hatiku..
Kau diam dan acuh tak acuh...
Sering kau marah tanpa alsan membuatku curiga,
terbukalah bereterus terang apa maumu...
Katakan saja bila kau bosan, kau marah, kau benci katakan saja...

“Nur, ada lagu yang lebih pas nggak?” Tanya Vino.

“Sori, kepencet!”

“Vin, gue serius! Tolong dewasa dikit napa, lo masih nunggu Naya yang nggak jelas atau gue yang jelas-jelas 
sayang sama lo?” Netha menggenngam tangan Vino.

“Sori, Net. Gue anggep loh sahabat gue, dan sahabat itu abadi. Rasa sayang gue ke loh itu rasa sayang seorang sahabat yang kekal. Kita bisa saling support dan curhat macem-macem tanpa harus canggung dengan terikat hubungan. Bisa kan, kita tetep sahabatan?” Mata Vino serius menatap mata Netha yang berkaca-kaca sejak tadi. "Lagipula kata Pak Soni kan, nggak ada yang boleh pacaran sekantor."

"...."

***
#CerpenRadio @KampusFiksi Min, maaf kalau ngawur ke mana-mana. Tangan ini ngetik sendiri, nggak terkendali. Hehehe :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar