“You know what I'm
afraid of? Nothing.”
— Kaulder
(4,5/10)
Modernisasi boleh aja terus berkembang,
namun penyihir tetap eksis dan ternyata
mereka nggak jauh berbeda dengan kita. Mereka
mengggunakan mobil, smartphone, dan hobi ke bar.
Penyihir-penyihir ini menyatu dengan manusia
normal dan hanya orang-orang tertentu yang
mengetahuinya, termasuk Kaulder ( Vin Diesel ).
Bersama dengan organisasi Kapak dan Salib,
Kaulder menjaga keseimbangan dunia antara
manusia dan penyihir.
The Last Witch Hunter
menciptakan semestanya kebanyakan dengan
CGI dan di beberapa poin, cukup meyakinkan.
Berbeda dengan Harry Potter , penyihir tak
perlu memakai tongkat untuk
The Last Witch Hunter disini tentu saja
adalah Kaulder.
Dia membasmi penyihir jahat
dan membiarkan yang lain selagi tak
membahayakan manusia. Untuk memainkan
karakter ini, Diesel tak peerlu berbuat banyak.
Pada dasarnya, Kaulder adalah Dominic
Toretto versi non Fast & Furious , tetap
dengan gaya slenge'an, seringai songong dan
one-liners yang konyol namun terdengar
meyakinkan. Dia telah membasmi penyihir
sejak 800 tahun yang lalu. Bagaimana
mungkin?
Sang sutradara memulai filmnya dengan kisah
awal mula Kaulder mendapatkan keabadian.
Bersama dengan rombongannya yang super-
macho, Kaulder yang dulunya berjenggot tebal
melaksanakan misi ke tempat persembunyian
Ratu Penyihir.
Melalui sekuens aksi yang
sedikit sulit dimengerti gara-gara setting yang
gelap dan editing yang terlalu cepat, Kaulder
berhasil membunuh Ratu Penyihir, namun dia
dikutuk untuk tak bisa mati dan harus
menyaksikan orang-orang tercinta pergi
mendahuluinya.
Di masa sekarang, Kaulder yang telah
beradaptasi dengan dunia modern, menjadi
pemburu penyihir yang ditakuti. Dia
mempunyai seorang rekan/asisten yaitu Dolan
ke-36 ( Michael Caine) yang kemudian
menyerahkan jabatannya pada Dolan ke-37
( Elijah Wood ).
Cerita menjadi menarik saat
Kaulder melakukan investigasi karena Dolan
ke-36 ditemukan tewas di hari berikutnya dan
terungkap konspirasi untuk membangkitkan
kembali Ratu Penyihir. Untuk mencegahnya,
Kaulder harus kembali menelusuri masa lalu
dengan bantuan penyihir muda yang menarik,
Chloe ( Rose Leslie ). Sementara sutradara lain
mungkin akan memanfaatkannya untuk
mendukung kompleksitas narasi atau moralitas
Kaulder, yang satu ini hanya berfungsi sebagai
pemasok backstory.
The Last Witch Hunter adalah film yang
ambisius namun nggak bisa lepas dari jebakan
film aksi-fantasi standar. Trio penulis: Cory
Goodman, Matt Sazama, dan Burk Sharpless
menambahkan berbagai bumbu pada
premisnya yang tipis, meski tetap diisi dengan
dialog-dialog yang garing. Saat kita mulai
bosan mendengar percakapan antarkarakter
yang chemistry-nya sedikit dipaksakan, tensi
kembali dinaikkan dengan adegan aksi,
walaupun tak bisa dibilang spesial. Sekuens
aksi yang melibatkan banyak CGI disajikan
terlalu cepat, yang menciptakan kebingungan.
Termasuk saat Kaulder melawan Sentinel,
makhluk raksasa menyerupai laba-laba, yang
membuat penonton tak tahu apa yang
sebenarnya terjadi hingga adegan berakhir.
Selain Diesel, Leslie tampil lumayan disini.
Namun, Caine tak punya peranan yang
signifikan selain berbaring tak bernyawa atau
memberi narasi pada penonton. Anda mungkin
akan melupakan karakter Elijah Wood, hingga
akhirnya tampil kembali dalam plot twist di
adegan klimaks. Dan bicara soal adegan
klimaks, eksekusinya terlalu diburu-buru dan
terasa berantakan karena pembuat filmnya
merasa perlu untuk mengisyaratkan adanya
sekuel.
Satu kelebihan dari The Last Witch Hunter
adalah bagaimana Eisner berhasil menyajikan
plot yang berbelit-belit menjadi terlihat cerdas
karena beberapa poin detailnya telah
dipersiapkan jauh sejak awal. Namun tak lebih
dari itu. Film ini punya prospek menjanjikan
dari premis yang telah banyak didaur ulang,
tapi sulit untuk menyebutnya sebagai film
aksi-fantasi yang spektakuler.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar